Perumusan obyektif
Sebagaiamana yang sudah di kembangkan di bab sebelumnya,obyektif merupakan komponen pertama daripada model pengembagan kurikulum yang kita pergunakan.
Matematika sebagai suatu ilmu pengetahuan murni ataupun terpakai berkembang dengan pesat dan hingga pada saat ini tidak terbilang banyaknya cara cabang-cabang matematika yang bermunculan. Pertumbuhan matematika dari tahin 1945 sampai tahun 1960 saja dapat dilihat ditabel 3.1
Table 3.1 pertumbuhan matematika dilihat
Jumlah halamannya
| Tahun | Halaman (kolom dobel yang besar) |
| 1945 1950 1955 1960 | 334 870 1.338 1.652 |
Sumber: Hasil seminai di Departement of Education
The University of Newcastle pada tanggal
21-7-1975
Kita dapat membayangkan bagaimana perkembagan matematika pada saat ini dan tahun-tahun mendatang. Sebagai akibat perkemgangan yang demikian eksplosif.ini terbentuk cabang-cabang matematika sebagai mata ajaran baru. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi matematika. Walau banyak materi matematika yang dapat dipelajari anak-anak kita,namun waktu yang tersedia di sekolah sangat terbatas. Karena itu, materi matematika iyu perlu di pilih yang cocok untuk para siswa dan bisa bermanfaat dimasa yang akan datang. Jadi tentunya sangat bijaksana bila kita sebelum mengajar,akan akan bertanya pada dirikita sendiri :
“ mengapa matematika harus diajarkan ?” pertanyaan ini berkeneen dengan psikologis yang harus dijawab dengan menetapkan tujuan mempelajari matematika. Tujuan atau objektif ini haruslah dinyatakan dengan jelas sehingga tidak ada penafsiran yang berbeda antara perumusan yang obyektif dan pembacanya. Di dalam bab 3 ini akan kita bicarakan bagaimana merumuskan obyektif itu.
OBYEKTIF DAN FUNGSINYA

Gb. 3.1.
Jadi, untuk mengembangkan obyektif itu,kita perhatikan hal-hal berikut :
a. Focus perhatiannya lebih kepada tingkah laku siswa daripada tingkahlaku guru
Missalnya :” sisiwa akan mampu menyelesaikan…………” tetapi bukan “untuk mengajar siswa bagaimana menyelesaikan…………,”
b. Obyektif melukiskan suatu hasil dan bukan suatau proses.
Misalnya : “sisiwa mampu membedakan ………….” Dan bukan “ untuk mengembangkan pengertian …….”
Prnsip yang bertitik tolak lebih kepada siswa daripada guru itu merupakan prinsip utama dalam belajar, sebab belajar itu dikerjakan oleh siswa, bukan oleh guru. Sisiwa sendiri yag harus mengerjakan untuk dirinya sendiri.
Adapun fungsi obyektif adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengarahkan perkembang kurikulum atau guru di dalam memilih materi dan pengalaman belajar matematika apa yang dicakup dan apa yang ditekankan atau di pentingkan.
2) Untuk mengarahkan penilai atau guru didalam menyusun alat- alat penilaian. Obeyektif itu dicapai dengan sukses oleh seorang siswa apabila sisiwa itu dapat mendemonstrasikan hasil yang di capai itu.
CARA MERUMUSKAN OBYEKTIF
Untuk merumuskan obyektif, menurut Mager (1962),perlu diperhatikan langka-lanngka berikut :
a. Bermakna
Obyetif kita itu bermakna apapbila kita berhasil mengkomunikasikan obyektif itu kepada pembaca apa yang kita maksudkan [1]). Misalkan kita rumuskan suatu obyektif untuk seseorang dan kemudian ia mengajar siswa – siswanya. Siswa-siswa itu berlaku seperti apa yang kita fikirkan ; ini berarti obyektif yang kita susun itu bermakna.tidak di salah tafsirkan . namun perlu diketahui,banyak kata-kata yang mempunyai interprestasi luas, misalnya : mengetahui, mengerti,mengembangkan,mempercayai dan menyenangi. Walaupun kata-kata kerja tersebut hamper tidak bermakna untuk komunikasi teknis seperti yang telah di utarakan, kata-kata kerja itu diikuti dengan penjelasan sedemikian hingga pernyataan melukiskan tingkah laku. Kata-kata seperti meyelesaikan, mengidentifikasi,membedakan,membentuk membandingkan merupakan kata-kata kerja yang relative lebih sempit inteprestasinya dari pada kata-kata kerja yang disebut sebelumnya.
b. Mengidentifikasi tingka laku terminal.
Tingkah laku terminal termasuk tingkah laku yng kita kehendaki yaitu siswa itu
Mampu mendemonstrasikan apa yang kita ajarkan kepadanya pada akhir program (gb.3.1.). jadi kita dapat mengobservasi penampilan siswa-siswa pada akhir program. Dengan perkataan lain, aktivitas siswa bisa langsung dilihat atau di dengar atau dinilai. Dengan demikaian kita harus mengidentifikasi jenis penampilan itu yang akan disepakati sebagai bukti bahwa siswa-siswa itu telah mencapai obyektif yang kita rumuskan.
Misalnya: “mengembangkan pengertianpersamaaan kuadrat .“ ini tidak dinyatakan didalam penampilan sebab kita tidak dapat mengobservasi apa yang sedang dikerjakan siswa ketika ia mengerti persamaan kuadrat. Sebenarnya peryataan itu tidak jelas dank arena itu komunikasi menjadi gagal . lebih baik bila obyektif itu dirumuskan sebagai berikut : “mampu menyelesaikan persamaan kuadrat” sebab obyektif ini menngatakan bahwa siswa akan menyelesaikan persamaan kudrat pada akhir program.
c. Menentapkan tingkahlaku terminal.
Marilah kita pergunakan contoh diatas : “ mampu menyelaisaikan persamaan
kuadrat.” Kita perlu menyatakan lagi: “ perlukah obyektifitas itu dijelaskan lebih lanjut yaitu diikuti oleh prosedur khusus, ataukah akan hanya Tanya jawab yang asal benar sajayang dipandang penting?” dengan demikian perlu menyatakan suatu obyaektif yang akan mengkomunikasikan dengan sukses kehendak edukatif kita, yang kadang-kadang kita dapat menetapkan tingklah laku terminal lebih lanjut dengan menyatakan persyaratan tertentu;kita merasa puas apabila siswa dapat mendemonstrasikan pengusaan obyektifnya. Misalnya : “siswa harus mamapu menyelesaikan persamaan kudrat dengan rumus abc” obyektif ini terperinci daripada obyektif yang dinyatakan sebelumnya sebab guru matematika yang lain akan mengerti apa yang akan kita kehendaki yaitu tidak hanya suatu jawab yang benar saja melainkan juga suatu prosedur khusus.
d. Menyatakan kreteria.
Untuk menilai apakah tingkahlaku itu dapat dicapai, diperlukan suatu criteria.
Apabila kita dapat mengspesifiksiksn paling sedikit penampilan yang dapat diterima untuk setiap obyektif , kita dapat memiliki suatu standra penampilan yang dapat menguji program kita. Ini berarti kita memiliki criteria keberhasilan. Biasanya jalan untuk menyatakan kreteria keberhasilan adalah mengspesifikasikan suatu batasan waktu.apabila kita tidak ingin dengan pembatas waktu, kita perlu menyatakan batas waktu tersebut. Misalnya :”sisiwa harus mampu menyelesaikan paling sedikit 5 buah pertanyaan kuadrat dengan menggunakan rumu abc dalam waktu 15 menit.” Jadi obyektif ini memasukkan persyaratan waktu. Cara lain untuk menyatakan suatu criteria keberhasilan adalah dengan mengspesifikasikan jumla minimum jawab yang benar. Misalnya : “diberikan 10 persamaan kuadrat,siswa harus mampu menyelesaikan dengan benar paling sedikit 8 soal dengan mengunakan rumus abc.”obyektif ini menunjukkan bahwa keterampilan minimum yang dapat di terima dinyatakan dengan jumlah soal yang diselesaikan . namun dapat juga dinyatakan dengan presentasi sebagai ganti jumlah. Misalnya :”sisiwa harus mampu menyelesaikan engan benar paling sedikit 80 % dari soal –soal persamaan kuadrat dengan menggunakan rumus abc.”
Dengan menambahkan criteria,seorang guru dapat menentukanapakah sisiwanya itu telah mencapai obyektif itu dan langkah selanjutnya guru dapat merencanakan pengajaran remedial atau pengayaan.
TAKSONOMI PENDIDIKAN
Agar komunikasi daapt lebih jelas, kita pergunakan taksonomi pendidikan.yang dimaksudkan dengan taksonomi pendidikan adalah suatu bentuk klasifikasi tingkah laku siswa yang melukiskan hasil yang dikehendaki daripada proses pendidikan. Dengan mengunakan taksonomi pendidikan itu,kita menjadi lebih mudah merencanakan pengalaman belajardan mempersiapkan alat-alat penilaian. Menurut blomet.al (1956), pembagian utama obyek pendidikan didalam taksonomi adalah tiga bidang tingkah laku, yaitu : kognitif,afektif dan psikomotor.
Bidang kognitif.
Bidang ini meliputi ingatan dan pengembangan kemempuan dan keterampilan intelektual. Karena itu bidang kognitif tersebut dibagi menjadi dua bagian:
1. Pengetahuan-tekanan kepada proses psikologis ingatan
Misalnya : “ siswa mampu menyebutkan definisi fungsi.”
2. Kemampuan dan keterampilan – ini merupakan tingkat lebih tinggi daripada hanya sekedar ingat . prosesnya melibatkan berpikir kritis dan pemecahan masalahnya. Bidang kognitiftingkat tiggi terdiri dari :
2.1. Pengertian- ini meliputi interpretasa dan terjemahan hasil-hasil manipulasi matematika. Misalnya :” sisiwa mampu menginterpretasikan suatu grafik ke dalam kehidupan sehari-hari.”
2.2. Aplikasi- siswa setelah menguasai konsep-konsep, stuktur matematika akan mengaplikasikannya ke situasi yang lain. Kemempuan untuk mengorganisasikan pengalaman belajar yang klalu untuk membuktikan teorema-teorema yang baru termasuk aplikasi ini. Misalnya :” sisiwa mampu mengunakan rumus-rumus integral ke dalam fisika.”
2.3. Analisa_ ini berkaitan dengan penguraian suatu situasi atau informasi ke dalam unsur- unsur atau komponen-komponen pembentukannya, hubungan-hubungan antar bagian_bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan serta carea bagaimana mereka itu diorganisasikan.
Misalnya:”siswa mampu menuliskan hubungan antaera grup,ring dan field.”
2.4. Sintesa ini berkenaan dengan pernyataan unsusr-unsur atau komponen-komponen untuk membentuk suatu satu kesatuan yang utuh sehingga polanya jelas. Di matematika Nampak jelas kepada kemampuan penyusunan konsep-konsep matematika untuk menciptakan stuktur matematika tertentu. Penciptaan teori-teori baru pada matematika termaasuk kepada sintesa ini. Misalnya:” diberikan suatu masalah matematika siswa mampu menghasilkan penyelesaian dengan dua cara atau lebih yang berbeda.”
2.5. Evaluasi – ini berkenaan dengan penilaian suatu ide dan metode-metode dengan menggunakan criteria. Evaluasi ini merupakan tingkat vbibang kognitif yang tinggi,karena ini merupakan tingkat bidang kognitif yang tertinggi, karemna jenis ini melibatkan pengetahuan,pengertian, aplikasi,analisa dan sintesa agar bisa tercapai tujuan eveluasi tersebut. Misalnya :”siswa mampu memilih rumus diferensial dan intregral untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut harga ekstrim.”
Bidang afektif.
Bidang ini meliputi sikap,emosi,nilai tingkahlaku dai siswa,yang direfleksikan dengen perasaan tertarik atau senang. Misalnya ;”siswa akan tertarik kepada logika dengan menunjukkan tingkahlaku bahwa pada saat-saat senggangnya ia memilihh buku-buku mengenai logika untuk dipelajari.” Obyektif yang dirumuskan ini melukiskan sikap siswa yang tertarik kepada topic logika.
Bidang psikomotor.
Bidang ini berkenaan dengan keterampilan yang menyangkut kognitif. Dengan perkataan lain bidang ini menyangkut keterampilan otot, misalnya: mengetik. Misalnya :”siswa mampu mengetik 300 huruf di dalam tempo 5 menit.
Dengan adanya taksonomi pendidikan, nampaknya membantu mempermudah perumusan obyektif seacara lebih jelas. Namuan demikaian obyektif pendidikan biasanya cenderung pada bidang kognitif dan tujuan efektif hanya untuk memberikan dukungan saja.( Bloom et.ai,1971, halaman 648).hal ini bukanlah berarti tujuan afektif ini kurang penting, tetapi tujuan afektif ini sangat sulit dirumuskan karena kekurangan kata kerja yangdapat menyatakan secara jelas. Sebenarnya bidang afektif ini dapat mempengaruhi bidang kognitif. Misalnya, obyektif “tertarik” kepada suatu topic matematika menunjukkan pentingnya aspek situasi belajar karena sisiwa lebih suka belajar sehingga ia akan dapat memahami topic tersebut. Karena itu, para guru biasanya mengharapkan siswa tetap tertarik kepada matematika yang di ajarkan itu.
Adapun bidang psikomotor didalam pendidikan matematika kurang diperlukan sebab obyektif psikomotor ini hanya menggambarkan ketrampilan otot sedang matematika menyangkut keterampilan kognitif.
Dari uraian sejauh ini, dapatlah kita simpulkan bahwa :
1. Obyektif seharusnya dirumuskan yang jelas yaitu dengan istilah-istilah laku siswa dan bukan dinyatakan dengan kata kerja yang menunjukkan proses.
2. Obyektif haruslah bermakna (ingat meaningful istilah mager ) sehingga tidak terjadi salah pengertian bagi pembaca obyektif itu.
3. Dengan adanya taksonomi pendidikan,pengembang kurikulum dan guru akan lebih mudah merumuskan obyektif. Namun di pengajaran matematika, kita biasanya lebih cenderung memilih obyektif bidang kognitif sedang bidang afektif untuk mendukungnya.
[1]) . pengertian bermakna – meaningful mager( 1962) hanya dipergunakan di bab 3 ini. Selama berkaitan dengan perumusan obyaektif.







0 komentar:
Posting Komentar